Jakarta – Humas : Senin tanggal 10 April 2023, bertempat di Grand Mercure Kemayoran Jakarta, berlangsung Focus Group Discussion (FGD) Proposal Naskah Urgensi Tata Kelola Arsip Perkara Secara Digital Pada Mahkamah Agung. Pentingnya pembahasan naskah urgensi ini disampaikan dalam Laporan Kegiatan oleh Kapuslitbang Hukum& Peradilan MA RI, DR. H. Andi Akram, S.H., M.H., yang bertujuan agar manajemen internal terkait arsip perkara di Mahkamah Agung menjadi lebih baik. Kemudian dalam sambutan sekaligus membuka kegiatan ini, Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, Bambang H. Mulyono, S.H., M.H., menyampaikan bahwa tata Kelola arsip perkara secara digital diharapkan dapat mendukung manajemen perkara yang efektif dan efisien serta menunjang visi misi Mahkamah Agung.
“Pentingnya perlindungan terhadap arsip perkara sebagai arsip vital negara yang bisa saja musnah, hilang, atau rusak karena bencana dan sebagainya”, disampaikan Dr. Rosfiana, S.H., M.H. dalam paparannya selaku Koordinator Tim Penyusun Naskah Urgensi. Kemudian juga disampaikan bahwa belum adanya produk hukum kebijakan Mahkamah Agung yang khusus mengatur tata kelola arsip perkara menjadi latar belakang penyusunan naskah urgensi ini.
Acara diskusi pada sesi pertama dihadiri oleh Para Narasumber dari Mahkamah Agung. Yang Mulia Hakim Agung Dr. Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H. menyampaikan bahwa penggunaan teknologi tidak dapat dihindari dalam mewujudkan peradilan yang agung. Untuk itu diperlukan perubahan mindset, kemampuan penguasaan teknologi informasi, dengan dukungan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Terkait pengelolaan arsip perkara di Mahakamah Agung, Panitera Mahkamah Agung, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H., mengharapkan dengan adanya arsip perkara digital ke depannya dapat lebih memudahkan dalam pencarian dan penemuan arsip perkara mengingat tren arus perkara yang semakin meningkat dan sarana penyimpanan arsip yang terbatas. Pada kesempatan tersebut, Kepala Biro Hukum & Humas MA RI, Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., mendukung kearsipan perkara dan administrasi umum serta proses digitalisasinya. Sebagaimana yang selama ini telah dilakukan Mahkamah Agung dalam aplikasi e-Court dan e-Berpadu. Kemudian, sebagai bentuk dukungan sarana dan prasarana sekaligus langkah dalam manajemen risiko, bentuk penyimpanan salinan (back up) arsip perkara elektronik dilakukan dalam server lokal dan komputasi berbasis awan (cloud server). Mengingat pentingnya manajemen pengarsipan, disampaikan juga oleh Para Narasumber perlunya reorganisasi di Mahkamah Agung terkait jabatan yang melaksanakan pengelolaan arsip perkara termasuk pengarsipan administrasi perkara dan putusan.
Pada sesi kedua, hadir Para Narasumber yang berasal dari eksternal Mahkamah Agung. Dalam presentasinya, Dr. Edmon Makarim, S.H., LL.M. menyampaikan tentang autentikasi arsip perkara secara elektronik berikut contoh best practices di negara lain. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut juga menegaskan bahwa arsip yang mempunyai kekuatan pembuktian adalah arsip yang terjamin autentik dan terpercaya. Pada presentasi berikutnya, Prof. Yudho Giri Sucahyo, S.Kom., M.Kom., Ph.D. CISA, CISM, Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, memaparkan bahwa pengelolaan arsip perkara secara digital merupakan langkah MA menuju tata kelola yang inklusif berbasis teknologi informasi. Sebagai gambaran, Prof. Yudho memberikan contoh transformasi digital pada badan peradilan dari berbagai negara termasuk Indonesia. Dalam Cetak Biru MA ditetapkan bahwa pembenahan teknologi informasi menjadi salah satu prioritas perubahan. Dalam sesi ini juga hadir dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang merupakan mitra Mahkamah Agung dalam penyelenggaraan tata kelola arsip perkara. Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sistem Kearsipan ANRI, Dr. Muhammad Sumitro, S.H., M.A.P., menyampaikan bahwa arsip merupakan aset nasional dan sangat berkaitan dengan pelayanan publik. Arsip perkara juga memiliki peran strategis dalam penegakan hukum karena merupakan alat bukti yang sah.
Peserta FGD yang hadir adalah para stakeholders dari berbagai Kementerian/ Lembaga, Akademisi, dan Praktisi Hukum. Dalam sesi diskusi, Peserta menyampaikan pertanyaan diantaranya terkait penentuan ruang lingkup arsip perkara, proses autentikasi arsip perkara elektronik, dan kewenangan pelaksananya. Risiko gangguan keamanan sistem jaringan, peran Arsiparis, serta pentingnya ketersediaan sarana dan prasarana penunjang menjadi perhatian sekaligus masukan dari Peserta bagi penyusunan naskah urgensi ini.(Humas)