SEJARAH

Pada Jaman Kolonial Belanda dimana Onderafdeeling    Ende (Wilayah Kekuasaan Belanda)  dimana kepalanya disebut  Controleur/penguasa pada saat itu,   Pengadilan yang ada pada waktu itu disebut “MOESAFA”, dikepalai oleh Controleur dengan anggotanya terdiri dari Para Zelfbestuur sebagai kepala daerah swapraja dalam daerah Onderafdeling dibantu oleh seorang ulama sebagai Penasihat, dan seorang Griffier (panitera).

Moesafa ini sejenis dengan Landgereht adalah peradilan untuk mengadili perkara -  perkara Pidana dan Perdata yang nilai Sengketanya diatas F.100 / seratus Golden atau perkara- perkara yang ancaman  pidananya dibawah  3 (tiga) bulan. Disamping Moesafa terdapat peradilan Swapraja yang sejenis dengan Landschapsgerecht yang berkedudukan didaerah – daerah Zelfbestuurdersgabied diketuai oleh seorang Zelfbsstuudur yang disebut Raja .

Peradilan ini mempunyai tugas untuk mengadili perkara Perdata yang nilai sengketanya kurang dari F.1000 dan mengadili perkara pelanggaran yang ancaman pidananya diatas 3 (tiga) bulan penjara .

 Daerah hukum Pengadilan Negeri Ende sebelum perang dunia ke II  merupakan satu  Onderafdeeling atau Kekuasaan Belanda yang dikepalai oleh seorang penguasa yang disebut Controleur. Dalam daerah ini terdapat 2 (dua) daerah Swapraja yang disebut juga daerah Zelfbestuurderagebield yaitu Zelfbestuudur Van / Swapraja Ende dan Zelfbestuudur Van / Swapraja Lio ;

Tiap-tiap Zelfbestuudur/Swapraja membawahi beberapa Gemeente yang mana Zelfbestuudur dikepalai oleh seorang raja  sedangkan Gemente dikepalai oleh seorang  Kapitan (Haminte).         

Zelfbestuudur Van Ende/Swaraja Ende membawahi 7 (tujuh) buah Gementa/wilayah kekuasaannya sedangkan Zelfbestuudur Van Lio/Swapraja Lio membawahi 23 (Dua puluh tiga) Gementa/ wilayah kekuasaannya ;

Dengan masuknya Dainippon/Jepang ke Indonesia khususnys di Ende pada tahun 1942, maka kekuasaan Belanda diganti dengan kekuasaan Dainippon/Jepang, sehingga -

Pada Jaman Dai Nipon (Jepang) lembaga peradilan MOESAFA ini tidak berlaku lagi,  maka kekuasaan Belanda / Onderafdeling diganti dengan kekuasaan Jepang yang disebut dengan nama Dai Nipon., dimana istilah Onderafdeling diubah menjadi GUN dan kepala daerahnya disebut  Gun Tyo.  Dan untuk daerah Swapraja/Zelfbestuudur diganti dengan nama SON  dan Kepala daerahnya disebut Son Tyo, begitu pula dengan Gementa diganti dengan nama KU dan kepala daerahnya disebut  Ku Tyo  Onderafdeeling Ende yang berlaku pada jaman Dai Nipon (Jepang) hanyalah yang Lazim dengan sebutan  “NOMOR SEMBILAN” (KU) yang dikatakan Nomor Sembilan ini atau KU siapa yang bersalah dipukul dengan kayu jenis kudung  yang diberi (Nomor Sembilan ) sampai orang yang dipukul itu pingsan barulah disiram dengan air  supaya orang tersebut  siuman atau sadar kembali hingga benar – benar jera dan tidak lagi membuat kesalahan selama Dai Nipon berada di Ende.

Dalam kekuasaan Jepang tidak mengalami perubahan struktur  pemerintahan  hanya berganti nama saja hingga  awal kemerdekaan;

Pada tahun 1950 barulah terbentuk suatu Pengadilan yaitu Pengadilan Ende Flores yang berkedudukan di Ende tepatnya di Jl. Sukarno  meliputi daerah hukumnya Ngada, Manggarai, Maumere dan Larantuka. Sesudah peradilan berjalan beberapa tahun untuk daerah Flores lahirlah Undang – Undang Darurat No.1 Tahun 1951 yang menghapuskan status Peradilan Swapraja – Swapraja di Flores dan semua tanggung Jawab Peradilan Swapraja dilebur kedalam wewenang dan Tanggung Jawab Pengadilan Negeri.

        Kemudian Pengadilan Flores dalam daerah hukumnya Pengadilan Negeri Ende diperkecil lagi dengan dibentuknya pengadilan Negeri            Larantuka kemudian berturut – Turut Pengadilan Negeri Maumere Pada tahun 1971 terbentuk lagi pengadilan negeri Ende yang meliputi             12 Kecamatan dalam daerah Ende saja. 



Berita Terkait